Bayang ku coba tutup telinga rapat-rapat, biar saja deru angin membawa air hujan yang terdengar , asal bukan tangisnya. Ingin ku bentak angin, kenapa dia begitu pelan bertiup, hingga suara isak gadis-ku masih terdengar. ku tingalkan dia dengan seribu asa, ku tarik raga ku dan pergi menjauh...bersama kabut-kabut kebersamaan yang coba kami kikis dan sirnakan... dia tak menunggu dan berpaling jauh... di kejauhan aku memandang nya pergi.... keikhlasan yang coba dia ucapkan lewat kata-kata dengan terbata-bata merobek hati dan menghantam jiwa aku mendengar nya aku merasakanya kadang ingin ku putuskan bahwa biarlah raga ini tertelan senja dan hancur di petakan bumi kan ku buat prasasti di papan penutup usia sebuah cinta, yang untuk kesekian kali tak mampuh ku rengkuh dan tak mampu ku bawa dalam bayang nyata duniaku mungkin surga takan ku dapat tapi aku ingin berkumpul dengan manusia-manusia yang ingin mati karena cinta seperti Qais majnun yang membawa mat...
Orang bilang ada kekuatan-kekuatan dahsyat yang tak terduga yang bisa timbul pada samudera, pada gunung berapi dan pada pribadi yang tahu benar akan tujuan hidupnya .” ― Pramoedya Ananta Toer